Info Terkini

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB, MARI JADIKAN ISLAM SEBAGAI JALAN HIDUP, AGAR HIDUP KITA ISLAMI (SELAMAT)

Selasa, 28 April 2015

"SEJENAK MUHASABAH"



http://icangwahyudin.blogspot.com/
"SEJENAK MUHASABAH"
Inilah di antara tulisan terbaik Syekh Ali Thanthawi Mesir Rahimahullah:
Pada saat engkau mati, janganlah kau bersedih. Jangan pedulikan jasadmu yang sudah mulai layu, karena kaum muslimin akan mengurus jasadmu.
Mereka akan melucuti pakaianmu, memandikanmu dan mengkafanimu lalu membawamu ke tempatmu yang baru, kuburan.
Akan banyak orang yang mengantarkan jenazahmu bahkan mereka akan meninggalkan pekerjaannya untuk ikut menguburkanmu. Dan mungkin banyak yang sudah tidak lagi memikirkan nasihatmu pada suatu hari..
Barang barangmu akan dikemas; kunci kuncimu, kitab, koper, sepatu dan pakaianmu. Jika keluargamu setuju barang2 itu akan disedekahkan agar bermnfaat untukmu.
Yakinlah; dunia dan alam semesta tidak akan bersedih dg kepergianmu.
Ekonomi akan tetap berlangsung!
 
Posisi pekerjaanmu akan diisi orang lain.
Hartamu menjadi harta halal bagi ahli warismu. Sedangkan kamu yg akan dihisab dan diperhitungkan untuk yang kecil dan yang besar dari hartamu!
Kesedihan atasmu ada 3;
Orang yg mengenalmu sekilas akan mengatakan, kasihan.
Kawan2mu akan bersedih beberapa jam atau beberapa hari lalu mereka kembali seperti sediakala dan tertawa tawa!
Di rumah ada kesedihan yg mendalam! Keluargamu akan bersedih seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, dan mungkin hingga setahun?
Selanjutnya mereka meletakkanmu dalam arsip kenangan!
Demikianlah "Kisahmu telah berakhir di tengah2 manusia".
Dan kisahmu yang sesungguhnya baru dimulai, Akhirat!!
Telah musnah kemuliaan, harta, kesehatan, dan anak.
Telah engkau tinggalkan rumah, istana dan istri tercinta.
Kini hidup yg sesungguhnya telah dimulai.
Pertanyaannya adalah:
Apa persiapanmu untuk kuburmu dan Akhiratmu?
 
Hakikat ini memerlukan perenungan.
Usahakan dengan sungguh2; Menjalankan kewajiban kewajiban, hal-hal yg disunnahkan,
sedekah rahasia, merahasiakan amal shalih,
shalat malam. Semoga saja engkau selamat.
Andai engkau mengingatkan manusia dengan tulisan ini Insya Allah pengaruhnya akan engkau temui dalam timbangan kebaikanmu pada hari Kiamat. "Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang orang mukmin"


Selasa, 21 April 2015

MERBOT MASJID


(Kisah nyata dari Masjid di Puncak, Bogor)
Ada dua sahabat yg terpisah cukup lama; Ahmad dan Zaenal. Ahmad ini pintar sekali. Cerdas. Tapi dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zaenal adalah sahabat yg biasa2 saja. Namun keadaan orang tuanya mendukung karir dan masa depan Zaenal.
Setelah terpisah cukup lama, keduanya bertemu. Bertemu di tempat yg istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid megah dg arsitektur yg cantik, yg memiliki view pegunungan dg kebun teh yg terhampar hijau di bawahnya. Sungguh indah mempesona.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Perlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya.
Ia punya kebiasaan. Setiap keluar kota, ia sempatkan singgah di masjid di kota yg ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu, dan sujud syukur. Syukur-syukur masih dapat waktu yg diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah juga sebagai tambahan.
Seperti biasa, ia tiba di Puncak Pas, Bogor. Ia mencari masjid. Ia pinggirkan mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yg ia temukan.
Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal ini. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keluarga tak punya, tapi pintarnya minta ampun.
Zaenal tidak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia menemukan Ahmad sebagai merbot masjid..!
“Maaf,” katanya menegor sang merbot. “Kamu Ahmad kan? Ahmad kawan SMP saya dulu?”.
Yang ditegor tidak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan, Ahmad berucap
“Keren sekali Kamu ya Mas… Manteb…”. Zaenal terlihat masih dlm keadaan memakai dasi. Lengan yg digulungnya untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”.
Zaenal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sdg memegang kain pel. Khas merbot sekali. Celana digulung, dan peci didongakkan sehingga jidatnya yg lebar terlhat jelas.
“Mad… Ini kartu nama saya…”.
Ahmad melihat. “Manager Area…”. Wuah, bener2 keren."
“Mad, nanti habis saya shalat, kita ngobrol ya. Maaf, kalau kamu berminat, di kantor saya ada pekerjaan yg lebih baik dari sekedar merbot di masjid ini. Maaf…”.
Ahmad tersenyum. Ia mengangguk. “Terima kasih ya… Nanti kita ngobrol. Selesaikan saja dulu shalatnya. Saya pun menyelesaikan pekerjaan bersih2 dulu… Silahkan ya. Yang nyaman”.
Sambil wudhu, Zaenal tidak habis pikir. Mengapa Ahmad yg pintar, kemudian harus terlempar dari kehidupan normal. Ya, meskipun tidak ada yg salah dg pekerjaan sebagai merbot, tapi merbot… ah, pikirannya tidak mampu membenarkan.
Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ini yg tidak berpihak kepada orang2 yg sebenernya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.
Air wudhu membasahi wajahnya…
Sekali lagi Zaenal melewati Ahmad yg sedang bebersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ini di perkantoran, maka sebutannya bukan merbot. Melainkan “office boy”.
Tanpa sadar, ada yg shalat di belakang Zaenal. Sama2 shalat sunnah agaknya.
Ya, Zaenal sudah shalat fardhu di masjid sebelumnya.
Zaenal sempat melirik. “Barangkali ini kawannya Ahmad…”, gumamnya.
Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dg Ahmad.
“Pak,” tiba2 anak muda yg shalat di belakangnya menegur.
“Iya Mas..?”
“Pak, Bapak kenal emangnya sama bapak Insinyur Haji Ahmad…?”
“Insinyur Haji Ahmad…?”
“Ya, insinyur Haji Ahmad…”
“Insinyur Haji Ahmad yang mana…?”
“Itu, yg barusan ngobrol sama Bapak…”
“Oh… Ahmad… Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Emangnya udah haji dia?”
“Dari dulu udah haji Pak. Dari sebelum beliau bangun ini masjid…”.
Kalimat itu begitu datar. Tapi cukup menampar hatinya Zaenal… Dari dulu sudah haji… Dari sebelum beliau bangun masjid ini…
Anak muda ini kemudian menambahkan, “Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yg merbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau. Beliau yg bangun masjid ini Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri. Beliau bangun sendiri masjid indah ini, sebagai masjid transit mereka yg mau shalat. Bapak lihat mall megah di bawah sana? Juga hotel indah di seberangnya? … Itu semua milik beliau... Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh. Yaitu senangnya menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya disuruh mengaji saja dan azan…”.
Wuah, entahlah apa yg ada di hati dan di pikiran Zaenal…
*****
Bagaimana menurut kita ?
Jika Ahmad itu adalah kita, mungkin begitu ketemu kawan lama yg sedang melihat kita membersihkan toilet, segera kita beritahu posisi kita siapa yg sebenernya.
Dan jika kemudian kawan lama kita ini menyangka kita merbot masjid, maka kita akan menyangkal dan kemudian menjelaskan secara detail begini dan begitu. Sehingga tahulah kawan kita bahwa kita inilah pewakaf dan yg membangun masjid ini.
Tapi kita bukan Haji Ahmad. Dan Haji Ahmad bukannya kita. Ia selamat dari rusaknya nilai amal, sebab ia cool saja. Tenang saja. Adem. Haji Ahmad merasa tidak perlu menjelaskan apa2. Dan kemudian Allah yg memberitahu siapa dia sebenarnya...
"Al mukhlishu, man yaktumu hasanaatihi kamaa yaktumu sayyi-aatihi"
(Org yg ikhlash itu adl org yg menyembunyikan kebaikan2nya, spt ia menyembunyikan keburukan2nya)
(Ya'qub rahimaHullah, dlm kitab Tazkiyatun Nafs)
*****

Senin, 16 Maret 2015

SUASANA DIRUANG KAMPUS

SUASANA DIRUANG KAMPUS
Profesor: "Jika Allah menciptakan segalanya, berarti Allah juga menciptakan kejahatan."(Semua terdiam, kesulitan menjawab hipotesis profesor itu).Tiba², suara seorang mahasiswa memecah kesunyian.
Mahasiswa: "Prof, saya ingin bertanya. Apakah dingin itu ada?"
Profesor: "Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja, dingin itu ada."Mahasiswa: "Prof, dingin itu tidak ada.Menurut hukum fisika, yg kita anggap dingin sebenarnya adalah ketiadaan panas. Suhu -460 derajat Fahrenheit adalah ketiadaan panas sama sekali. Semua partikel menjadi diam, tidak bisa bereaksi pd suhu tsb. Kita menciptakan kata 'dingin' untuk mengungkapkan ketiadaan panas.Selanjutnya, apakah gelap itu ada?"
Profesor: "Tentu saja ada!"
Mahasiswa "Anda salah, Prof! Gelap jg tidak ada.Gelap adalah keadaan di mana tiada cahaya.Cahaya bisa kita pelajari, sedangkan gelap tidak bisa. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk mengurai cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari panjang gelombang setiap warna. Tapi, Anda tdk bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur melalui berapa besar intensitas cahaya di ruangan itu. Kata 'gelap' dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan cahaya.Jadi, apakah kejahatan/kemaksiatan itu ada?"
Profesor mulai bimbang, tp menjawab: "Tentu saja ada."
Mahasiswa: "Sekali lagi anda salah, Prof! Kejahatan itu tidak ada.Allah tidak menciptakan kejahatan/kemaksiatan. Seperti dingin & gelap, 'kejahatan' adalah kata yg dipakai manusia utk menggambarkan ketiadaan Allah dalam dirinya. Kejahatan adalah hasil dr tidak hadirnya Allah dlm hati manusia. 
Profesor terpaku & terdiam!
Dosa terjadi krn manusia lupa hadirkan Allah dlm hatinya..Hadirkan Allah dlm hati pd setiap saat, maka akan selamat..Itulah IMAN..SESUNGGUHNYA DOSA ITU LAHIR SAAT IMAN TIDAK HADIR DALAM HATI KITA..

-Copas- WA 

TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH KITA BERANTAKAN


TERIMA KASIH KARENA MASIH MEMBUAT RUMAH
KITA BERANTAKAN




“Aku heran sama istriku!” Suatu hari seorang
teman mengunjungi saya dan mulai menceritakan
keluhan-keluhannya tentang istrinya. “Aku sudah bingung harus bagaimana?” Katanya.
Sebenarnya saya tidak enak untuk membicarakan masalah pribadi seperti ini. Tetapi teman saya terus mengajak bicara. Tampaknya ia perlu teman bicara.
“Apa masalahnya?” Tanya saya.
Raut wajahnya tampak kesal. Kemudian berubah
kecewa, “Banyak,” jawabnya pendek.
“Apa yang paling membuatmu kesal?”
“Istriku pemalas!” Jawabnya.
Saya tak memberi komentar apa-apa,
menunggunya melanjutkan pembicaraan.
“Setiap hari, sepulang kerja, rumah kami selalu
berantakan.” 
Benar saja, ia melanjutkan ceritanya, “Padahal istriku seharian di rumah saja bareng anak-anak. Apa dia nggak bisa menyisihkan sedikit waktu buat ngurusin rumah?”
“Rumahku juga sering berantakan. Wajar aja,
kan? Kita tidak tinggal di rumah kosong!” Jawab
saya. Berusaha menenangkan.
Teman saya tampak berpikir. “Iya, sih. Tapi… ini beda!” Katanya kemudian, “Istriku memang dasarnya saja pemalas! Dulunya dia anak orang
kaya, nggak pernah kerja ini-itu, termasuk
mungkin nggak pernah beres-beres rumah.”
“Hmmm… Mungkin kalian butuh asisten rumah
tangga?” Saya berusaha memberi pendapat.
“Sayangnya, kita belum bisa bayar asisten rumah
tangga… Tapi, harusnya dia ngerti kondisiku,
dong! Aku mempercayakan urusan rumah kepadanya. Harusnya dia bisa handle!”
Saya berusaha memahami perasaannya. Saya juga
sering merasakan hal yang sama, kadang-kadang mengeluhkan masalah yang sama pada istri saya.
Wajar saja sepulang kerja suami ingin melihat
rumah dalam kondisi yang bersih dan rapi. Tetapi, bukankah wajar juga jika istri kita kelelahan seharian bermain dengan anak-anak, juga barangkali mengurusi hal lainnya, sehingga urusan rumah kadang-kadang terabaikan?
“Kadang-kadang, aku juga mengeluhkan hal yang sama,” jawab saya kemudian. “Tetapi mungkin kita perlu kacamata baru?”
“Kacamata baru?”
“Ya, semacam sudut pandang baru.” Jawab saya.
“Maksudmu?”
“Kadang-kadang, kita mungkin tidak bisa
mengubah masalah yang kita hadapi. Tetapi kita
bisa mengubah cara pandang kita dalam melihat masalah itu.”
Teman saya membetulkan posisi duduknya, ia
mulai tertarik pada pembicaraan ini.
“Kita tidak tinggal di rumah kosong,” saya
berusaha menjelaskan, “Mungkin kita justru
perlu melihat rumah yang berantakan dengan
perasaan yang bahagia.”
“Kenapa?” Tanya teman saya. Heran.
“Bayangkan jika tak ada mereka di rumah.
Bayangkan tak ada istri dan anak-anak.
Misalnya, karena satu dan lain hal, mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kehidupan kita.
Di ruang tengah tak ada lagi anak-anak yang
berlarian mengotori karpet dengan kaki
berlumpur, tak ada lagi sisa-sisa makanan di sofa karena mereka lompat-lompat sambil makan, tak ada lagi mainan yang tidak dibereskan… Karena
mereka telah tiada. Lalu di dapur, tak ada lagi
noda masakan yang menempel di kompor, atau cucian piring yang menumpuk, atau apa saja…Sebab istri kita sudah pergi untuk selama-
lamanya…”
Teman saya menarik nafas panjang, kemudian
menundukkan kepalanya.
“Kita tidak tinggal di rumah kosong. Kita tidak
tinggal sendirian,” Ujar saya, “Barangkali rumah
yang berantakan harus kita lihat sebagai
semacam pemberitahuan bahwa kita masih
bersama istri dan anak-anak kita. Rumah yang
berantakan adalah bukti kehadiran mereka…
Bahwa anak-anak kita masih berbahagia
bermaian dan berlarian di rumahnya. Bahwa istri
kita selalu berbaik hati menghabiskan waktunya
di rumah, menemani anak-anak bermain, dan tak meminta apa-apa lagi yang boleh jadi kita tak
sanggup untuk mewujudkannya.”
Tiba-tiba teman saya menangis. Agak lama
sehingga saya juga merasa sedih. Saya merasa apa yang baru saja saya bicarakan berlaku untuk
diri saya sendiri.
“Makasih banyak, Fahd. Seringkali kita memang
butuh kacamata baru untuk melihat sesuatu.
Seringkali kita butuh temen ngobrol.” Ujar teman saya.
Saya menganggukkan kepala. “Aku juga terima
kasih. Ini seperti mengingatkan diri sendiri. Aku
juga sering gagal melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain…” [truncated by WhatsApp]


KISAH INSPIRATIF


KISAH INSPIRATIF
sebagai guru profesional dan berkepribadian :
Tidak Ada Orang yang Tidak Memiliki Kompetensi
Dari kisah nyata seorang guru.Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.
Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak:
“Bu guru kerja sampai sore di sekolah, kamu juga bagaimana kalau belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh,
prepare dan
review dia lakukan dibangkunya di kelasnya.
Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”
Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”
Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.


TERNYATA MALAIKAT IZRAIL MENZIARAHI KITA SETIAP 21 MENIT


TERNYATA MALAIKAT IZRAIL MENZIARAHI KITA SETIAP 21 MENIT
Sahabat Fillah...... Betapa sering malaikat maut melihat dan menatap wajah seseorang, yaitu dalam waktu 24 jam sebanyak 70 kali. Seandainya manusia sadar hakikat tersebut, niscaya dia tidak akan lupa untuk mengingat mati. Tetapi oleh karena malaikat maut adalah makhluk ghaib, manusia tidak melihat kehadirannya, sebab itu manusia tidak menyadari apa yang dilakukan oleh Malaikatulmaut.
Coba kita lihat » 1 hari=24 jam=1440 menit. 1440 menit/70 kali malaikat melihat kita=20.571 menit, itu berarti Sang pencabut nyawa menziarahi kita setiap 21 menit.
Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenungi wajah seseorang, didapati orang itu sedang bergelak-ketawa. Maka berkata Izrail: ‘Alangkah herannya aku melihat orang ini, padahal aku diutus oleh Allah untuk mencabut nyawanya kapan saja, tetapi dia masih terlihat bodoh dan bergelak ketawa’.”
Seorang sahabat pernah bertanya: “Wahai Rasululloh, Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” Rasululloh SAW menjawab: “Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas."
[HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy]
Wallohualam bishowab


KISAH SEORANG AYAH BERSAMA ANAKNYA



Seorang ayah ingin mengajarkan kepada anaknya sejak dini, ia baru duduk dikelas 3 SD. untuk mengatur uang jajannya.
Sang anak diberi uang Rp. 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah.
Pada minggu pagi mereka berdua hendak jalan-jalan ke kota untuk menikmati liburan. Sebelum berangkat., tak lupa sang ayah memberikan uang jajan mingguan anaknya dengan tiga lembar uang Rp 10.000. Dan uang tersebut disimpan rapi dalam saku celananya.
Ditengah keasyikan sang ayah dan anaknya menikmati hari libur mereka.., tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek pengemis yang telah tua renta sambil memelas...
Tak tega melihat sang kakek tua yang memelas itu., sang anak dengan sigap langsung mengeluarkan 3 lembar uang 10.000,- dari saku celana dan diberikan seluruhnya.
Kontan saja kakek pengemis ini terlihat sangat senang seraya mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang tak terkira kepada sang anak dan ayahnya ini.
Setelah si kakek tua berlalu.., Sang ayah bertanya;
“Sayang.., kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu..??? Bukankah satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga nanti malam..???”
"Ayaaah.. kalau kakek tua itu ikhlas menerima yang sedikit, maka aku ikhlas untuk memberikan yang lebih besar.!” Jawab anaknya dengan wajah tersenyum...
“Tek..!!!” Hati sang ayah langsung tersentak kaget mendengar jawaban tersebut.
“Nah..! terus uang jajanmu untuk seminggu ke depan bagaimana..?” Tanya sang ayah mencoba mengujinya.
“Kan aku kan masih punya ayah dan bunda..!!! 
Tidak seperti kakek tua itu yang mungkin hanya hidup sebatangkara di dunia ini..!” Balas anaknya...
“Kenapa kamu begitu yakin kalau ayah dan bunda akan mengganti uang jajanmu..? Ayah nggak janji loh..!?” Kembali sang ayah mengujinya...
“Kalau ayah merasa bahwa aku adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada ayah dan bunda.., maka aku sangat yakin ayah dan bunda tak akan membiarkan aku kelaparan seperti kakek tua itu...” Jawab sang anak mantap...
Seakan sang ayah tak percaya dengan jawaban dari putranya hingga ia kehabisan kata-kata... Ia tak menyangka jawaban seperti itu keluar dari seorang bocah kelas 3 SD. Ia seperti sedang berhadapan dengan seorang ulama besar dan ia tak bernilai apa-apa ketika berada dihadapannya..!
MASYA ALLAH
Lalu... ia berjongkok dan memegang kedua pundak buah hatinya itu...
“Sayang… ayah dan bunda janji akan selalu menjaga dan merawatmu hingga Allah Ta'ala tetapkan batas umur ini... Ayah sangat sayang padamu naak..” Sambil kedua matanya berkaca-kaca seolah tak kuat menahan haru...
Sambil memegang kedua pipi ayahnya, sang anak pun membalas,
“Ayah tak perlu berkata seperti itu... Sejak dulu aku sudah tahu bahwa ayah dan bunda sangat mencintai dan menyayangiku..! 
Kelak jika aku sudah dewasa aku akan selalu menjaga ayah dan bunda..! Dan aku tidak akan membiarkan ayah dan bunda hidup dijalanan seperti kakek tua itu..!!!”
Dan airmata sang ayah pun tak terbendung mendengar jawaban tulus dari anaknya itu... Dipeluklah tubuh mungil itu dengan sangat erat... 
Dan keduanya larut dalam haru dan kasih sayang...
Kapankah kurikulum kita bisa menghasilkan mental anak yang seperti ini? ???
Semoga kita terinspirasi dari cuplikan kisah ini, dan bermanfaat bagi kita sekalian... Amiin.
untuk melipat gandakan hikmah dan manfaatnya, dipersilahkan membagi dengan saudara dan teman.


TANGAN YANG DICIUM RASULULLAH SAW




Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu dan melihat tangan tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaanku membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu kujual ke pasar, lalu hasilnya kugunakan untuk memberi nafkah keluarga. Karena itulah tanganku kasar".
Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, langsung menggenggam tangan itu dan menciumnya seraya bersabda, "Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada - inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya".
Rasulullah SAW tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tangan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah SAW.
Kemudian Rasul SAW bersabda pula, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah. Kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah. Kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itupun fi sabilillah”. (HR Thabrani).
Bekerjalah dengan pekerjaan yang halal. Semoga ALLAH memberkahi.
Aamiin Ya Rabbal 'alamiin.


BUNGKUS DAN ISI





Hidup akan sangat melelahkan, sia-sia & menjemukan bila pikiran hanya digunakan untuk mencari & mengurus BUNGKUS-nya saja serta 
mengabaikan & mengacuhkan ISI-nya.
Apa itu "BUNGKUS"-nya dan apa itu "ISI"-nya?.
"Rumah yang indah" hanya bungkusnya..
"Keluarga bahagia" itu isinya.
"Pesta pernikahan" hanya bungkusnya..
"Sakinah, mawadah, warahmah" itu isinya.
"Ranjang mewah" hanya bungkusnya..
"Tidur nyenyak" itu isinya.
"Kekayaan" itu hanya bungkusnya..
"Hati yang bahagia" itu isinya...
"Makan enak" hanya bungkusnya..
"Gizi, energi, dan sehat" itu isinya...
"Kecantikan dan Ketampanan" hanya bungkusnya..
"Kepribadian dan hati" itu isinya...
"Bicara" itu hanya bungkusnya..
"Amal nyata" itu isinya...
"Buku" hanya bungkusnya.. 
"Pengetahuan" itu isinya...
"Jabatan" hanya bungkusnya..
"Pengabdian dan pelayanan" itu isinya..
"Kharisma" hanya bungkusnya..
"Ahlaqul karimah" itu isinya...
"Hidup di dunia" itu bungkusnya..
"Hidup sesudah mati" itu isinya...
Utamakanlah ISI-nya..
Namun rawatlah BUNGKUS-nya...
Jangan memandang rendah & hina setiap BUNGKUS yang kita terima, karena berkah tak selalu datang dari BUNGKUS kain sutera melainkan juga datang dari BUNGKUS koran bekas..
Janganlah setengah mati mengejar apa yang tak bisa kita bawa mati.
Selamat beraktifitas... Wassalam 
rang chaniago


YANG PUTIH TIDAK MESTI INDAH, YANG HITAM TIDAK MESTI BURUK.





Kain kafan itu putih namun menakutkan,
ka’bah itu hitam namun ia elok dan bersahaja,
Manusia itu dinilai karena akhlaknya bukan karena rupanya.
Seandainya kejantanan itu ditengok dari lantangnya suara,
niscaya anjing adalah pemimpinnya para lelaki.
Seandainya kecantikan itu diukur dengan ketelanjangan,
niscaya kera adalah makhluk yang paling cantik.
Sebelum engkau mengangkat pandangan ke langit untuk meminta kepada Allah (untuk) sesuatu yang tidak ada,
tundukkanlah pandanganmu lalu syukurilah apa yang ada.
(Abu Aswad Al Bayaty)


KERTAS PUTIH DAN TITIK HITAM



1. Ambil kertas berwarna putih bersih yang panjang dan lebar.
2. Lalu buatlah di tengah-tengah kertas satu gambar titik yang jelas dilihat mata.
3. Coba perlihatkan kepada orang lain dan tanyakan, "Apa yang kamu lihat?" 
4. Ia akan menjawab, "Saya melihat titik hitam." 
5. Lantas kemana larinya warna putih yang mendominasi ruang kertas?! 
6. Begitulah biasanya orang memandang kita, dan kita memandang orang lain. Ketika tampak noda kesalahan, seakan lenyap seluruh kebaikan.
7. Begitu pula ketika memandang nikmat Allah, tatkala satu musibah kecil menimpa, seakan nikmat yang tak terhitung banyaknya kita lupakan seluruhnya.
Na’udzubillâhimindzâlik.
Dari status Abu Ibrahim El Ameriki (perumpamaan yang tepat)



DARI DOKTER AHLI SYARAF








Para ahli sering berpesan,"Setiap orang hrs memperhatikan 3x½ menit". Mengapa demikian? 3x½ menit adl sesuatu yg gratis,tetapi akan banyak mengurangi angka stroke bahkan kematian secara tiba2! Sering kali terjadi seseorang yg siangnya masih sehat walafiat,tetapi malamnya meninggal. Tdk jarang kita mendengar cerita orang,kemarin saya masih ngobrol dgn dia,kenapa tiba2 dia meninggal? Penyebabnya adalah ketika bangun malam utk ke kamar mandi,sering dilakukan terlalu cepat...begitu berdiri,otak kekurangan darah. Inilah perlunya "3x ½ Menit". Penjelasannya,pola ECG (Electro Cardiogram) seseorang normal pada siang hari...tetapi bangun tengah malam scr cepat unt ke toilet,gambar ECG-nya dpt mjd beda...krn dgn tiba2 bangun,otak akan menjadi anaemic,dan mengalami gagal jantung krn kekurangan darah. Dianjurkan oleh para ahli utk menjalankan "3 kali ½ menit", yakni:1) Bila terbangun,jgn langsung turun dari tempat tidur tp berbaringlah selama ½ mnt. 2) Duduk di tempat tidur selama ½ mnt. 3) Turunkan kaki dan duduk di tepi ranjang selama ½ menit. Selewat 3x½ menit ini otak tdk akan anaemic dan jantung tdk akan mengalami kegagalan,mengurangi kemungkinan jatuh dan meninggal ketika bangun tengah malam. Pernah setelah membaca tulisan ini, seorang usia lanjut menangis menyesali kenapa tdk mengetahui hal ini jauh2 hari. Dua tahun lalu dia bangun tengah malam utk buang air kecil. Di kamar mandi tiba2 terasa dunia berputar dan jatuh. Akibatnya dia skr mengalami kelumpuhan,tdk bisa meninggalkan tempat tidur,tulang punggungnya mengalami cedera. Kalau saja dia mengetahui hal ini sebelumnya,tentu tdk harus menderita selama ini. Share ke org2 yg kita kasihi untuk mencegah terjadinya stroke muda. Semoga bermanfaat...

SEMANGAT DAKWAH


SEMANGAT DAKWAH


Ada kisah menarik tentang semangat dakwah, yang disampaikan oleh DR. Muhammad Ratib an-Nabulsy saat Khuthbah Jumat tertanggal 2 Juli 2010. Sebuah kisah inspiratif terjadi di Amsterdam yang sangat menarik untuk disimak. Berikut ini Penulis paparkan dengan terjemah bebas dan sedikit diringkas.
“Menjadi kebiasaan di hari Jumat, seorang Imam masjid dan anaknya yang berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yang berjudul “Thariiqun ilal jannah” (jalan menuju jannah).
Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah,
“Saya sudah siap, Ayah!”
“Siap untuk apa, Nak?”
“Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menuju jannah’?”
“Udara di luar sangat dingin, apalagi gerimis.”
“Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin di luar.”
“Ayah, jika diijinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.”
Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”
Anak itupun keluar ke jalanan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalanan sepi dan ia tak menjumpai lagi orang yang lalu lalang di jalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, dan tak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalanginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk pintu dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Ada wanita tua keluar dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan yang dalam Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”
Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu Anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda, dan saya membawa brosur dakwah untuk Anda yang menjelaskan bagaimana Anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperoleh ridha-Nya.”
Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimakasih, Nak.”
Sepekan Kemudian
Usai shalat Jumat, seperti biasa Imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit taushiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu?”
Di barisan belakang, terdengar seorang wanita tua berkata,
“Tak ada di antara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ke tempat ini. Sebelum Jumat yang lalu saya belum menjadi seorang muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meninggal, padahal ia satu-satunya orang yang kumiliki di dunia ini. Hari Jumat yang lalu, saat udara sangat dingin dan diiringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisa lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengambil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri di kursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri.
Tapi, tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah di lantai bawah. Saya menunggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi”, batinku.
Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu semakin keras terdengar. Lalu saya lepas tali yang melingkar di leher, dan saya turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu.
Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana malaikat dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “Jalan Menuju Jannah.”
Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur. Setelah membacanya, aku naik ke lantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.
Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia.
Dan karena alamat markaz dakwah tertera di brosur itu, maka saya datang ke sini sendirian utk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimakasih kepada kalian, khususnya ‘malaikat’ kecil yang telah mendatangiku pada saat yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab selamat saya dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi.
Mengalirlah air mati para jamaah yang hadir di masjid, gemuruh takbir. Allahu Akbar. Menggema di ruangan. Sementara sang Imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah ‘malaikat’ kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan mencium anaknya diiringi tangisan haru. Allahu Akbar!”
Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” Ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah.
Lihat pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai Anda dan akan menjaga Anda.” Siapa yang tidak trenyuh hati mendengarkan kata-katanya?
Berdakwah dengan apa apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi,tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yang kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah bagi seseorang. Padahal, satu orang yang mendapat hidayah dengan sebab dakwah kita, lebih baik baik bagi kita daripada mendapat hadiah onta merah. Wallahu a’lam bishawab.
Ayo ............. ayooooo........